Fungsi ARA dan ARB pada Investasi Saham

ARA dan ARB pada Investasi Saham
ARA dan ARB pada Investasi Saham

Fungsi ARA (Average True Range) dan ARB (Average Range Bars) pada Investasi Saham – Melihat terjadinya perubahan harga adalah keseharian yang dilakukan trader. Perubahan harga terkadang tak dapat diduga-duga, bisa saja hitungan menit bahkan hitungan detik harga tiba-tiba berubah drastis.

Kenaikan dan penurunan yang ekstrim dapat menyebabkan keseimbangan harga pasar menjadi terganggu. Oleh karena itu sistem batasan pun dibutuhkan, ini dikenal juga dengan sebutan auto rejection.

Tiap perdagangan bursa yang terjadi itu melalui JATS NEXT-G atau Jakarta Automated Trading System. Jika suatu saham sudah ke harga tertentu maka JATS NEXT-G pun melakukan penolakan transaksi dengan otomatis.

Hal tersebut berlaku baik untuk aktivitas membeli atau menjual.

Ketika saham mencapai ke batas harga tertinggi

Saat seseorang hendak investasi saham, tetapi sudah sampai ke batas harga tertinggi, maka sistem pun akan menolak permintaan pembelian saham itu.

Jadi nantinya investor dapat memilih mengantri ke hari berikutnya. Jika memang tetap ingin membeli saham tersebut.

Istilah untuk kondisi ini adalah ARA. Adapun untuk maksimal besaran batasan tergantung ke harga jual.

Rangenya berkisar antara 20 sampai dengan 25 persen. Di mana dihitung mulai dari harga saat penutupan pada hari yang sebelumnya.

Pengertian ARB

Sebelumnya Anda sudah memahami tentang apa itu ARA dan bagaimana kondisinya. Sekarang mengenai ARB.

Saat investasi saham dan Anda ingin mencairkan, bisa karena bermacam-macam penyebab.

Tetapi penjualan tak akan dapat dilakukan atau ditolak otomatis oleh sistem, jika sudah menyentuh ARB. Jadi ARB adalah kondisi saat harga jatuh lebih dari batasan tertentu.

Untuk batasan yang ada dapat dikoreksi di mana bergantung ke kondisi perekonomian dari negara.

Contoh penyebab saham ARB pada waktu tertentu, misalkan:

1. Profit taking

Adanya aksi profit taking. Di mana ini terjadi ketika kondisi saham tinggi.

Dan ini adalah kondisi yang normal sebab tentu saja trader ataupun investor hendak mendapatkan keuntungan. Namun transaksi penjualan akan membuat saham jadi turun atau terkoreksi.

2. Kebijakan auto reject asimetris

Adanya kebijakan persentase auto reject tak sama atau asimetris, yang dikeluarkan oleh bursa efek.

3. Terdapat investor ritel baru

Investor pemula yang banyak bermunculan, di mana investor pemula ini minim ilmu investasi. Sehingga kerap terbawa atau terpengaruh oleh rekomendasi influencer atau group-group saham.

Ketika diberi rekomendasi, mereka pun langsung percaya dan ikut membeli. Tetapi hal yang sama berlaku untuk sebaliknya, ketika ada rekomendasi menjual, mereka ikut-ikutan menjual.

Kondisi ini merupakan hal yang buruk dan dapat berpengaruh ke tingkat harga saham secara keseluruhan.

Kalau untuk yang pembelian, biasanya disebut dengan FOMO dan memang kerap terjadi pada investor pemula.

Strategi investasi saham menggunakan ARB dan ARA

Tiap aktivitas pembelian saham wajib disertai dengan pertimbangan, dan tidak terburu-buru. Investasi saham di harga yang sudah kena batas auto rejection itu beresiko.

Misalkan melakukan pembelian saat harga ARA. Resikonya yakni tak mendapatkan bagian. Jadi harus antre dahulu.

Jumlah pun biasanya jadi benar-benar terbatas.

Ditambah resiko yang harus diperhatikan, yakni kondisi harga yang berubah jadi fluktuatif. Kerugian yang cukup besar dapat terjadi karena harga yang fluktuatif tersebut.

Begitu pula ketika posisi saham ARB. Harga memang cukup murah dan membuat investor pemula jadi FOMO.

Baca Juga : Cara Menghitung Volatilitas Harga Saham

Tetapi harus hati-hati, sebab kemungkinan harga masih bisa turun hingga batas bawah tercapai, dan itu dipicu oleh faktor-faktor tertentu, yang sering terjadi karena kondisi perusahaan.

Visited 1 times, 1 visit(s) today